23.5.13

Menyangka baik orang jahat itu lebih baik daripada menyangka jahat orang baik

Oleh: Abdullah Haidir

1. Membela kehormatan org yg belum tentu bersalah tentu lebih baik ketimbang mencelanya. Apalagi jika selama ini dikenal sebagai orang baik…

2. Mencela dan memojokkan, baik dengan bahasa lugas atau sindiran, terhadap saudara yg sedang dilanda tuduhan yang belum terbukti adalah indikasi ‘sakitnya hati’

3. Mana yang lebih dekat dengan adab Islam, membela penuduh yang belum dikenal kepribadiannya atau membela ter tuduh yang belum terbukti kesalahannya tapi sudah dikenal kebaikannya?

4. Pesan Nabi Jelas: Penuduh harus mengajukan bukti, ter tuduh cukup bersumpah jika mengingkari… (HR. Baihaqi)

5. Sebab kalau semua tuduhan langsung diterima, orang akan ramai-ramai melakukan tuduhan terhadap harta dan darah suatu kaum… (HR. Baihaqi)

6. Para ulama mengatakan: Keliru menghukumi bahwa seseorang tak bersalah, lebih baik dibanding keliru menghukumi bahwa seseorang bersalah…

8.5.13

Bersabarlah, Nabi dulu dikucilkan dan diberitakan sebagai tukang tenung

Islamedia - Sabarlah ikhwan, tak perlu kau yakinkan orang bahwa kau benar dan kita orang baik2.

Dan tak perlu bersedih, kau belum apa2 hanya berita di layar kaca. Menangislah dalam sepimu.

Kebenaran takkan mendua, apa yg membuatmu yakin dan tenang adalah kebenaran.

Sebaliknya kegelisahanmu hanya karena kau belum yakin dengan apa yg kau pegang. Kita memegang janji setia.

Sewaktu janjimu diambil kau masih belia. Dan kau yakin bahwa apapun meski langit runtuh kebenaran akan kita pegang.

Waktu mengayunkan kaki kita, dunia makin gelap. Tanda-tanda makin tak jelas. Dan kita ada di dalamnya.

Dan ketika kau tak sadar kadang kau merasa tak lagi murni dan keresahan mulai merogoh hatimu.

Hela nafasmu sejenak ya ikhwan, lagi2 kau sedang diajar makna ikhlas...karena untuk apakah amal dan kerjamu?

4.5.13

Menjadikan Matematika Makhluk yang Begitu Menyenangkan

Oleh: Yenni Dian Anggraini, S.Pd., M.Pd.*)
Paradigma pembelajaran matematika selama ini lebih mengenal jenis soal Close-Ended Question atau soal dengan jawaban tunggal. 
Tidak hanya soal-soal yang diberikan oleh guru di dalam kelas, tetapi soal-soal dalam buku-buku pelajaranpun banyak menggunakan jenis soal close-ended. 
Pada materi Statistik untuk tingkat sekolah menengah misalnya, siswa hanya diminta mencari rata-rata, median atau modus suatu data. 

Perhatikan contoh soal berikut.
Jenis soal 1:
Pendapatan suatu toko asesoris pakaian dalam satu minggu adalah sebagai berikut:
Hari Senin Rp. 5.575.000,-, hari Selasa Rp. 3.050.000,-, hari Rabu Rp. 4.500.000,-, hari Kamis Rp. 2.775.000,-, hari Jum’at Rp. 5.600.000,-, hari Sabtu 6.500.000,- dan hari Minggu Rp. 7.775.000,-.
Pertanyaan: 
a) berapakah pendapatan terendah dan tertinggi dalam satu minggu? 
b) berapakah rata-rata pendapatan toko tersebut selama satu minggu?

Dengan model soal seperti itu, pada akhirnya mereka hanya memahami bahwa statistik itu hanya berisi rumus-rumus yang banyak, sulit (untuk dihapalkan), dan membosankan. Dalam pemikiran mereka tidak tergambar bahwa statistik merupakan materi yang menarik, menyenangkan, mudah dipahami dan yang terpenting sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 

Cobalah untuk mengganti soal tersebut dengan soal semacam ini.